MEDIA SUARA INDO — Pengembangan kelompok usaha nelayan berbasis koperasi modern perlu terus dipacu. Hal itu guna mendukung pengembangan skala usaha perikanan yang bernilai tambah lebih besar.
Staf Khusus Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan, Riza Damanik, mengemukakan, sebagian besar pelaku usaha perikanan tangkap di Indonesia merupakan nelayan kecil. Skala usaha mikro dan kecil ini kerap terganjal masalah pemenuhan kebutuhan melaut, yaitu aspek hulu seperti permodalan dan bahan bakar minyak (BBM) serta aspek hilir seperti pemasaran hasil perikanan, standardisasi, dan keberlanjutan.
”Pembentukan korporasi nelayan berbasis koperasi di Indonesia dinilai perlu dipercepat. Korporasi nelayan meliputi penguatan kapasitas koperasi yang sudah ada, ataupun pembentukan koperasi baru untuk bisa masuk ke dalam model pengembangan ekonomi perikanan berbasis koperasi modern,” ujarnya saat dihubungi, Jumat (11/8/2023), di Jakarta.
Hingga tahun 2024, Kementerian Koperasi dan UKM menargetkan pembentukan 500 koperasi modern, meliputi koperasi pertanian, peternakan, dan perikanan. Proyek percontohan sudah diterapkan, yaitu di Aceh, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Barat.
Koperasi modern dinilai memegang peranan kuat dalam ekosistem usaha, yakni koperasi sebagai agregator sekaligus offtaker pertama dari hasil produksi perikanan nelayan sehingga ada kepastian pembelian. Koperasi juga berperan sebagai fasilitator nelayan dalam meningkatkan produksi, seperti pemenuhan BBM untuk melaut, pakan, pelatihan untuk peningkatan kapasitas, serta memudahkan akses permodalan.
Di sisi lain, koperasi juga berperan sebagai penghubung untuk memperkuat akses dan kemitraan nelayan dengan pasar modern, seperti pasar daring. Selain itu, koperasi juga memiliki fungsi administratif memperkuat pendataan nelayan dan memudahkan akses perizinan.
Di sisi lain, koperasi juga berperan sebagai konektor untuk memperkuat akses dan kemitraan nelayan dengan pasar modern, seperti pasar daring, pasar di dalam dan luar negeri. Selain itu, koperasi memiliki fungsi administratif untuk memperkuat pendataan nelayan dan memudahkan akses perijinan.
”Koperasi haruslah diurus oleh orang-orang yang profesional yang memang ahli pada bidangnya, khususnya para generasi muda untuk menangkap peluang digitalisasi,” lanjut Riza.
Riza menambahkan, koperasi nelayan modern yang tengah didorong pemerintah sekurang-kurangnya memiliki dua unit usaha, yakni BBM dan toko serba ada (toserba) untuk penyediaan perbekalan melaut nelayan. Selain itu, dapat pula berkembang ke pengelolaan pelelangan ikan.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menjelaskan, program korporasi nelayan menjadi salah satu prioritas nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Implementasi program ini melalui penguatan jaminan usaha dan pembentukan korporasi petani dan nelayan.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerja sama dengan Kementerian Koperasi dan UKM telah berkomitmen untuk mengembangkan korporasi nelayan. Hal ini, antara lain, perjanjian kerja sama tentang pembinaan dan pengembangan kelompok usaha bersama dan koperasi di bidang perikanan tangkap, mendukung kebijakan penangkapan ikan terukur, serta program kampung nelayan maju.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Agus Suherman menambahkan, ruang lingkup kerja sama dua kementerian ini mencakup sinkronisasi data kelompok usaha bersama dan koperasi di bidang perikanan tangkap, pembentukan koperasi bagi kelompok usaha bersama, serta peningkatan kapasitas kelembagaan usaha dan kualitas sumber daya manusia.
Pengembangan korporasi nelayan bertujuan supaya koperasi memiliki proses bisnis yang lebih terencana serta terintegrasi dari hulu ke hilir. Kapasitas kelompok usaha bersama ditingkatkan agar dapat membentuk koperasi di subsektor perikanan tangkap melalui penguatan usaha dan sumber daya. Sementara koperasi perikanan yang telah ada akan terus ditingkatkan dalam hal kapasitas dan skala usaha.
(Sando)