Mediasuaraindo.com – Jalan Sriwijaya Semarang banyak peninggalan kenangan bagi warga Kota Semarang, tidak hanya bangunan sejarah saja tapi juga meninggalkan kenangan bagi Warga Semarang yang saat itu pernah menjadi tempat Wisata yang beken di kota Semarang seperti Wonderia, PRPP, Kebun Binatan BONBIN Tegalwareng Semarang. Tempat hiburan yang dulu setiap hari pernah di kunjungi ribuan orang baik dari dalam kota maupun dari luar kota.
Bagi warga kota Semarang mungkin ada yang belum tau bahwa Sungai yang ada sepanjang jalan Sriwijaya tepatnya di Kampung Genuk Karanglo, Genuk Krajan, Depan Wonderia sampai dengan di Pasar Peterongan di bangun pada tahun 1930, waktu itu salah satunya untuk mencegah aliran air dari perbukitan diwilayah tersebut.
Sepanjang sungai ini, terdapat terowongan sepanjang 700 m. Terowongan ini dibangun mulai dari depan Gedung Wanita sampai dengan dekat dengan jembatan Tegalsari atau Jalan Raya Tegalsari.
Awalnya dibangunnya Terowongan tersebut saat itu Kota Semarang mengembangkan wilayah ke daerah selatan, ke daerah yang sebagian besar berupa persawahan dan juga ke bagian kota berbukit yang di Kenal sebagai Heuvelstad. Dari medan perbukitan baru yang di kenal dengan nama Tjandi (Candi), kawasan permukiman baru di Semarang, lalu dibutuhkan kanal baru, untuk mencegah aliran air dari perbukitannya membanjiri kawasan perumahan baru di bawahnya dan juga karena air saat hujan turun, timur belum dalam kondisi baik. Kemudian Gemmente (Ind : Kotamadya) Semarang pada tanggal 7 November 1930, menyetujui usulan pembangunan Siranda – Kanal. Siranda Kanal, dibangun di kaki perbukitan Siranda Hills, dan letaknya sekitar 3 Km sampai bertemu dengan hulu Kanal Banjir Timur di Peterongan.
Membangunnya tidak mudah, harus banyak menggali karena posisinya saat weg Genoek dan Weg Tegalwareng, (Sekarang Jl. Sriwijaya) terletak di daerah perbukitan. Pembangunan dimulai dari Juli 1931 dan selesai pada November 1931 tepat pada bulan-bulan dimasa musim hujan akan mencapai puncaknya. Struktur tanah yang sangat tidak teratur ditempat-tempat dimana lapisan antara berbagai bebatuan bahan lapisan pasir basah digali. Jaringan truk juga didirikan untuk tujuan pembangunan Siranda Kanal untuk mengangkut semua material yang diambil sebagai digali dari tempatnya, atau untuk mengirim material baru untuk konstruksi. Juga dilengkapi dengan grount lift, dengan kapasitas 1,2 ton untuk mengangkut material. Tanah diatas terowongan diproyeksikan menjadi kuburan baru bagi orang Eropa, menggantikan yang lama di Kobong, tetapi tidak pernah terealisasi.
Pembangunan Siranda-Kanal menelan biaya sekitar 260.000 gulden atau sekitar 25 milyar rupiah nilai saat ini. Separuh dari biaya pembangunannya dibiayai oleh pemerintah pusat. Saat ini, kanal masih digunakan, bahkan pada tahun 2015 direvitalisasi oleh pemerintah kota dengan memperkuati fondasinya juga melakukan beberapa penggalian untuk menggali sedimentasi. Selain itu, dibagian kanal dekat pasar Peterongan, pasar konstruksi beton pertama di Semarang, diatas kanal dibangun gedung tiga lantai yang dikenal dengan gedung Pasar Inpres. Bangunan ini, menutupi hampir 200 meter dari salurannya, dan sebenarnya melanggar hukum dimana membangun bangunan diatas drainase terbuka/selokan adalah illegal. Begitu juga dengan pesatnya perkembangan Pasar Peterongan, jalan inspeksi sepanjang kanal ditempati oleh para penjual, dan sayangnya kanal-kanal ini seringkali menjadi tempat pembuangan sampah yang sangat besar bagi mereka. Masyarakat selalu mengeluh saat terjadi banjir, namun disisi lain kesadaran untuk tidak membuang sampah di saluran air, selokan dan sungai masih sangat rendah.
Seiring dengan berjalannya waktu terowongan ini terlihat semakin dangkal, terowongan mempunyai ketinggian kurang lebih sekitar 3 m, hampir setengahnya terowongan ini sudah tergenang lumpur atau endapan bebatuan. Hal ini perlu perhatian dari pemerintah daerah untuk selalu mengeruk tanah atau lumpur yang ada di terowongan ini.
(Sando)