MEDIASUARAINDO.COM – Kasus Kecelakaan melibatkan mahasiswa Universitas Indonesia (UI), M Hasya Attalah Syaputra, dengan purnawirawan polisi berinisial ESBW, sampai pada akhir titik kesimpulan.
Penyidik Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menetapkan Hasya sebagai tersangka atas kasus kecelakaan yang menewaskan dirinya.
Polisi berkesimpulan kecelakaan tersebut diakibatkan karena kelalaian Hasya.
Sementara purnawirawan polisi dianggap bukan penyebab kecelakaan tersebut.
Atas dasar kesimpulan tersebut, polisi menghentikan penyidikan kasus kecelakaan tersebut.
Sebab, tersangka dalam hal ini M Hasya, tewas dalam kecelaan itu.
Kecelakaan maut ini terjadi pada Kamis (6/10/2022) lalu di Jalan Raya Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Penyidikan kasus berjalan 3 bulan lamanya hingga korban tewas kecelakaan ditetapkan sebagai tersangka.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan penyidikan kasus kecelakaan mahasiswa UI ini dilaksanakan sesuai prosedur dan mengedepankan objektivitas.
Dikatakan Trunoyudo, proses penyidikan juga dilakukan secara ilmiah.
“Perlu diyakini penyidik profesional melakukan penyidikan dan kesetaraan dalam proses hukum ini objektivitas dijaga, scientific, seperti yang sering ditekankan oleh Pak Kapolda. Ini mengkolaborasikan teknis prosedur dan hal ilmiah, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan,” ujar Kombes Trunoyudo dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (27/1).
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya menambahkan pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap 7 orang saksi, olah tempat kejadian perkara (TKP), serta gelar perkara yang dilakukan sebanyak 3 kali sebelum akhirnya menetapkan Hasya sebagai tersangka.
“Kami dan tim TKP melakukan pemeriksaan sampai gelar perkara sebanyak tiga kali. Dihadiri dari Propam, dari Irwasum dan Bidkum,” kata Latif Usman.
1) Korban Tewas Malah Jadi Tersangka
Penetapan tersangka M Hasya Attalah Syaputra, korban yangg tewas dalam kecelakaan itu dikonfirmasi oleh tim advokasi keluarga.
Hasya ditetapkan sebagai tersangka pada pertengahan Januari 2023.
Tim Advokasi keluarga Hasya, Indira Rezkisari mengatakan pihaknya telah menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) tertanggal 16 Januari 2023, yang menyebutkan kasus.
Kecelakaan ini dihentikan proses penyidikannya, lantaran Hasya sebagai tersangka dinyatakan meninggal dunia.
“Di dalamnya dilampirkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) No. B/17/2023/LLJS tanggal 16 Januari 2023. SP3 karena tim kuasa hukum mendapat informasi LP 585 dihentikan. Alasannya, Hasya yang ditetapkan sebagai tersangka sudah meninggal,” ujar Indira dalam keterangan kepada detikcom, Jumat (27/1).
2) Mahasiswa Korban Tewas Dianggap Lalai
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman mengungkapkan alasan pihaknya menetapkan Hasya sebagai tersangka dalam kecelakaan tersebut.
Ia menilai Hasya lalai dalam berkendaraan sehingga mengakibatkan kecelakaan yang menewaskan dirinya sendiri.
“Pelanggarannya itu, jadi gini, penyebab terjadinya kecelakaan ini (karena) Hasya sendiri. Dia kan yang menyebabkan karena kelalaiannya menghilangkan nyawa orang lain dan dirinya sendiri. Ini kan Karena kelalaiannya, sehingga dia Meninggal dunia,” kata Latif Usman dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Jumat (27/1).
3) Purnawirawan Polisi Dinilai Tak Bersalah
Polisi menyebut kecelakaan yang menewaskan Hasya ini bukan kesalahan ESBW.
Mantan Kapolsek Cilincing itu disebut melajukan kendaraannya pada jalurnya sendiri, sehingga dianggap bukan penyebab kecelakaan.
“Pak Eko (ESBW) ini berdasarkan keterangan saksi tak bisa dijadikan sebagai tersangka,” ujar Latif.
Latif mengatakan ESBW yang saat itu mengemudikan mobil Mitsubishi Pajero berada di jalurnya.
Eko disebut tidak merampas hak jalan Hasya yang berada di jalur berlawanan dengannya.
“Karena hak utama jalan (milik) Pak Eko, jadi dia (Eko) tidak merampas hak jalan orang lain. Karena berada di lajurnya dan ash jalannya seusai ukurannya, berada di hak utama jalannya,” kata Latif.
Kombes Latif Usman menyinggung soal kecepatan kedua kendaraan saat kecelakaan terjadi.
Latif menyebut saat itu Hasya melaju dengan kecepatan 60 km/jam.
“Jadi pada saat itu jam 21.30 WIB kendaraan licin dan hujan agak gerimis, kendaraan korban melaju kecepatannya kurang lebih 60 km/jam,” imbuh Latif.
Sementara kecepatan mobil Mitsubishi Pajero yang saat itu dikemudikan oleh purnawirawan polisi ESBW disebut normal.
“Pak Eko kecepatan 30 kilometer per jam,” imbuhnya.
4) Kronologi Kecelakaan Versi Polisi
Kecelakaan yang menewaskan mahasiswa UI ini terjadi pada Kamis (6/10/2022), sekitar pukul 21.30 WIB, di Jalan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Saat kejadian cuaca dalam kondisi hujan dan jalan licin.
Kombes Latif mengatakan saat itu korban Hasya tengah melaju dari arah selatan menuju utara dengan kecepatan 60 km/jam.
Berdasarkan keterangan saksi yang merupakan temannya korban, menjelaskan bahwa ada sebuah kendaraan yang tiba-tiba berbelok.
Saat itu korban Hasya menghindari hal tersebut dengan menghentikan kendaraannya secara mendadak. Akibatnya, korban tergelincir dan memasuki ruas jalan lainnya.
“Jadi temannya dia sendiri menerangkan, bahwa pada saat itu tiba-tiba ada kendaraan di depannya (korban) mau belok ke kanan sehingga si korban melakukan pengereman mendadak,” terang Latif.
Dari arah berlawanan, datang mobil Pajero dikemudikan ESBW yang disebut melaju dengan kecepatan 30 km/jam. ESBW tak bisa menghindari kecelakaan hingga mengakibatkan Hasya tertabrak.
“Nah, Pak Eko dalam waktu ini sudah tidak bisa menghindari karena sudah dekat. Jadi memang bukan terbentur dengan kendaraan Pajero, tapi jatuh ke kanan diterima oleh Pajero, sehingga terjadilah kecelakaan,” tutur Latif.
5) Kronologi Kecelakaan Versi Keluarga
Pihak keluarga mengungkapkan kronologi kecelakaan yang membuat Hasya jadi tersangka meski sudah meninggal dunia.
Saat kecelakaan terjadi, Hasya saat itu diketahui baru pulang dari kampus UI Depok hendak menuju kos temannya.
“Alm Hasya pada malam kejadian hendak pergi ke kos salah satu temannya. Dalam perjalanan, tiba-tiba sebuah motor di depannya melaju lambat,” ujar tim kuasa hukum keluarga korban, Gita Paulina, dalam keterangan resmi yang diterima, Jumat (27/1).
Secara refleks, Hasya menghindar, kemudian mengerem mendadak. Motor Hasya kemudian terjatuh ke sisi kanan.
“Tidak lama setelah terjatuh, dari arah berlawanan, sebuah mobil SUV yang dikemudikan oleh seorang pensiunan aparat penegak hukum (terduga pelaku) pun melintas, dan melindas Hasya,” imbuh dia.
Gita menambahkan, seusai kecelakaan tersebut, Hasya kemudian dibawa ke rumah sakit. Gita mengatakan ESBW sempat diminta membantu membawa Hasya, namun menolak.
“Tidak lama setelah kejadian, salah satu orang yang berada di TKP mendatangi terduga pelaku pelindasan dan meminta agar terduga pelaku membantunya untuk membawa Hasya ke rumah sakit, namun terduga pelaku menolaknya, sehingga Hasya tidak bisa cepat dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan,” paparnya.
Setiba di rumah sakit, Hasya dinyatakan meninggal dunia. Keluarga kemudian melakukan visum, namun pihak rumah sakit tak memberi bukti pembayaran.
“Tidak lama setelah Hasya tiba di RS, Hasya dinyatakan meninggal dunia. Orang tua Hasya kemudian membawa Hasya ke RS lain untuk dilakukan visum dan membayar sebesar hampir Rp 3.000.000 (tiga juta rupiah),” papar Gita.
“Namun pihak rumah sakit tidak mau memberi kuitansi atas pembayaran biaya visum tersebut. Hingga hari ini, hasil visum juga tidak diberikan ke keluarga meski visum dilaksanakan atas permintaan keluarga,” jelas dia.
6) Pengacara Ungkap Beberapa Kejanggalan
Pihak keluarga mengungkapkan adanya kejanggalan dalam proses penyidikan kasus kecelakaan yang menewaskan Hasya ini.
Terlebih, setelah keluarga menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang menyatakan kasus itu dihentikan karena Hasya sebagai tersangka meninggal dunia.
“Dikarenakan terdapat beberapa kejanggalan dalam proses penyelidikan polisi di Polres Jaksel, tim kuasa hukum keluarga Hasya mengirimkan surat gelar perkara Khusus tanggal 13 Januari 2023, yang diterima oleh Polres Jaksel di hari Senin (16/1/2023),” tutur Gita.
“Tanpa informasi apapun, Selasa (17/1/2023), tim kuasa hukum menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP), perkara Kecelakaan Lalu Lintas No. B/42/I/2023/LLJS, tanggal 16 Januari 2023. Surat disertai lampiran Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) No. B/17/2023/LLJS tanggal 16 Januari 2023, pada intinya menyatakan penghentian LP 585 dihentikan karena Tersangka dalam tindak pidana tersebut telah meninggal dunia. Hasya ternyata telah ditetapkan menjadi tersangka dalam kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan dirinya meninggal dunia,” ungkapnya.
Pada Selasa (17/1/2023) malam keluarga kembali mendapatkan SP2HP. Namun, ada perbedaan pada SP2HP yang kedua itu.
“Perbedaannya adalah, SP2HP yang diterima di sore hari oleh keluarga belum terdapat stempel Satlantas Polres Jaksel. Sementara yang malam hari, SP2HP itu sudah dibubuhi stempel Satlantas Polres Jaksel,” ucap Gita.
Dalam kasus kecelakaan tersebut, Hasya ditetapkan sebagai tersangka dengan Pasal 310 ayat (3) dan (4) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Bunyi Pasal 310 ayat (4):
Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
“Konstruksi SP3 Polres Jaksel tersebut sudah jelas, Hasya yang merupakan Korban dalam tindak pidana tersebut, telah dijadikan Tersangka. Sedangkan terduga pelaku sebagai pihak yang melindas Hasya, tidak dikenakan masuk dalam kategori tersangka. Dengan demikian, Polres Jaksel telah memposisikan Hasya meninggal dalam laka tunggal,” imbuhnya.
Menurut pihak keluarga, tidak ada tindak lanjut pemeriksaan terhadap ESBW dalam kecelakaan tersebut. Keluarga juga menyayangkan sikap ESBW yang dinilai mengabaikan rasa kemanusiaan.
“Tidak ada tindak lanjut pemeriksaan terhadap pelindasan tubuh Hasya dalam kejadian tersebut. Bahkan, tidak ada proses terhadap tindakan terduga pelaku yang dengan secara sadar menolak membantu memberikan pertolongan kepada Hasya yang saat itu dalam kondisi sekarat,” ucapnya.
7) Akan Gugat Status Tersangka
Pihak keluarga kecewa atas penetapan tersangka mahasiswa Universitas Indonesia (UI), M Hasya Attalah Syaputra (18), korban tewas dalam kecelakaan yang melibatkan purnawirawan polisi berinisial ESBW. Ira, Ibunda Hasya, ingin proses berjalan transparan.
“Kecewa, sudah pasti. Marah, mau marah sama siapa,” kata Ira saat ditemui di UI Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (27/1/2023).
Ira ingin kasus yang melibatkan anaknya berjalan transparan. Dia ingin mengetahui siapa tersangka sebenarnya.
“Kami cuma ingin prosesnya berjalan transparan. Jikalau proses harus dimulai dari awal, kita siap. Asalkan transparan dan semuanya terlihat jelas, jadi kami tahu siapa tersangka itu,” jelas dia.
Ira siap menggugat penetapan tersangka Hasya ke pengadilan. Dirinya mengaku siap dengan semua keputusannya nanti.
“Kalau harus dibuktikan di pengadilan, ayo dibuktikan di pengadilan. Apa pun keputusannya di pengadilan,” kata Ira.
Mahasiswa Universitas Indonesia (UI), M Hasya Attalah Syahputra (18), jadi tersangka kasus kecelakaan yang menewaskan dirinya. Pihak keluarga akan mengambil upaya hukum terkait penetapan tersangka sang anak.
“Ya praperadilan itu kan salah satu komponen yang bisa dilakukan. Tadi saya sempat statement bahwa kita akan ada tindakan upaya hukum,” kata kuasa hukum korban, Gita Paulina, di UI Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (27/1/2023).
Kendati demikian, sambung Gita, dia belum bisa memastikannya langkah hukum apa yang akan ditempuh. Dia mengaku akan menggali lagi temuan-temuan lain dalam insiden kecelakaan maut tersebut.
“Kami tidak bisa untuk sampaikan saat ini karena memang kami ada beberapa temuan yang masih kami gali dan kami peroleh bahwa kasus ini memang sangat-sangat tidak sesuai dengan aturan yang ada,” terangnya.
(Sando)